By: Fajriyanti Muslimat (Venty)
Hidup? Apa yang dapat kalian
definisikan ketika mendegar kata “Hidup”? Hidup adalah antara suka dan duka,
galau dan tersenyum, tertawa dan menangis. Hidup ini seperti tarian seekor
kupu-kupu, yang terkadang berada di atas dan terkadang berada di bawah. Hidup
ini sebenarnya indah. Tapi bergantung pada kita sendiri yang menilai bagaimana
hidup kita. Dan bergantung juga bagaimana kita mensyukuri hidup dan cinta kita
kepada yang maha kuasa. Berbicara tentang cinta. Ada beberpa orang yang
tentunya tidak diragukan lagi ketulusan cintanya dan tidak akan melepaskan
cinta mereka untuk kita. Yaitu keluarga, terutama orang tua.
|
Mama, mama yang telah mengandungku
selama sembilan bulan. Mama yang sudah memperjuangkan hidup dan matinya hingga
aku dapat hadir di dunia ini. Mama juga yang telah merawatku dengan kelembutan
dan kasih sayang. Ayah? Papa? Bapak? Abi? ...
Ada
yang ingin ku ceritakan di sini. Khusus untuk Ayah/Papa/Bapak/Abi yang berada
di sana. Entah harus ku panggil dia dengan sebutan apa. Dia pergi di saat aku
berusia dua bulan. Melihat wajahnya saja aku belum pernah. Tuhan, jika aku
diberi kesempatan. Aku ingin bertemu dia untuk yang pertama kalinya. Aku hanya
ingin menyampaikan “Ayah/Papa/Bapak/Abi, aku rindu kasih sayangmu.” Saat ini
aku merasakan sesuatu yang sangat berat. Ketika aku tahu dia sudah pergi dan
tak akan kembali. Haruskah aku kehilangan dia disaat anak-anak seusiaku masih
sibuk bermain? Masih suka dengan canda tawa? Tuhan, izinkan aku tersenyum walau
tanpa kasih sayang darinya. Haruskah aku tahan apa yang bukan milikku ketika
sang pemilik memintanya?
Jakarta,
26 Juni 2010. Wisuda angkatan lima SDIT Miftahul Ulum. Wisuda untuk yang
pertama kalinya aku ikuti. Di sinilah aku benar-benar menginginkan dia berada
di sampingku. Hari ini adalah hari yang bahagia untuk kita semua yang berada di
ruangan ini. Kebahagiaan akan terasa lebih lengkap jika kita dikelilingini oleh
orang-orang yang kita cintai. Yaitu keluarga, terutama orang tua. Mama, hanya
mama yang datang bersamaku hari ini. Rasanya tidak lengkap. Ku lihat di
sekelilingku, kehangatan sebuah keluarga yang lengkap. Tuhan, izinkan aku
tersenyum diacara Prosesi Wisuda hari ini, tanpa keluaga yang lengkap.
Tersenyum, tersenyum untuk mengikuti semua susunan acara. Mungkin jika hari ini
ada sosok seorang ayah, aku akan lebih dari tersenyum. Aku akan tertawa untuk
dunia. Setelah serangkaian acara telah dilalui.
Selesailah acara “Prosesi Wisuda SDIT
Miftahul Ulum.” Dengan disertai langkah, aku berjalan hampiri sosok yang luar
biasa dalam hidupku, Mama. Ku cium tangan mama, ku peluk mama sambil berkata
“Terimakasih, Mama.” Kembali ku lihat di sekelilingku. Sebuah keluarga kecil
yang lengkap. Di dalamnya ada kasih sayang, ada cinta, ada kehangatan. Ketika
seorang anak mencium tangan Ayah dan Ibunya. Ketika sosok seorang ayah mengusap
kepala anaknya. “Ayah bangga padamu, nak!” Dan berfoto bersama. Sangat indah
dalam bayanganku. Ya Tuhan, aku rindu. Rindu dengan semua itu. Aku ingin
merasakan kehangatan sebuah keluarga bersama sosok seorang ayah. Ahhh..
sebaiknya air mata ini ku simpan saja.
Aku sadar di sampingku ada seseorang
yang sangat luar biasa. Dia berjuang seorang diri agar aku bisa merasakan
indahnya hidup. Keberhasilan yang aku capai hari ini tidak terlepas dari cinta,
kasih sayang, dukungan serta bimbingan darinya. Ya, dia biasa ku panggil dengan
sebutan “Mama.” Aku sadar aku masih punya mamah yang selalu ada untukku.
Berkatnya, hari ini ku capai nilai NEM yang memuaskan. 27,05. Mama, yang aku
berikan hari ini tidak akan cukup untuk membalas semua yang telah mamah berikan
kepadaku. Terimakasih ma. Aku sayang mamah sampai akhir hayatku. Nilai yang
maksimal, serta sebuah piala ini akan ke persembahkan untuk Mama dan
Ayah/Papa/Bapak/Abi yang berada di sana.
Ayah/Papa/Bapak/Abi, memang aku tidak
akan pernah melihatmu lagi. Sekarang aku sudah beranjak dewasa. Empat belas
tahun sudah kau meninggalkanku. Empat belas tahun aku tanpa bimbinganmu. Kini
aku harus menyadari kecintaanku kepada Allah SWT. Harus ku tempatkan di atas
segalanya. Karena apa yang ada padaku, bukanlah milikku. Karunia Allah SWT.
Sajalah yang membuatku dapat merasakan hidup tanpa seorang ayah semenjak umurku
dua bulan. Ayah/Papa/Bapak/Abi, kita tidak berpisah. Kita hanya hidup di tempat
yang berbeda. Rasa sayangku, rasa cintaku, rasa rinduku, semua akan ku
sampaikan dalam do’a.
Aku akan berusaha menjadi amalmu lewat do’a-do’aku untukmu. Kau selalu ada di sini, di dalam hatiku. Bahkan terasa sangat dekat setiap kali aku membaca “Robbigfirli waliwalidaia warhamhuma kama robbayani soghiro.” Selamat jalan Ayah/Papa/Bapak/Abi. Tetaplah tersenyum dalam pelukanNya.
Tekadku
sekarang, aku akan tetap tertawa walau sebenarnya ingin menangis. Tetap
tersenyum walau sebenarnya kecewa. Tetap kuat walau sebenarnya gak sanggup
lagi. Tetap semangat jika tertekan oleh masalah. Yang terpenting tetap sabar
dan memandang segalanya baik-baik saja. Karena aku masih punya seorang bidadari
cantik yang selalu berada di sampingku. Malaikatku, Mama. Darinya ku kenal
dunia dengan segala warnanya.
Terimakasih Mama.
Taken from "Untuk MU Sahabat"
No comments:
Post a Comment